Rabu, 25 November 2015

ATURAN PELAKSANAAN RAZIA KENDARAAN BERMOTOR.

Teknik razia/penindakan pelanggaran lalu lintas terdapat dalam Vademikum Polisi Lalu Lintas Bab III, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan penindakan pelanggaran lalu lintas digolongkan menjadi 2 yaitu :


a) Penindakan Bergerak / Hunting yaitu cara menindak pelanggar sambil melaksanakan patroli (bersifat insidentil). Sifat penindakan ofensif terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan (Pasal 111 KUHAP) bagi petugas tidak perlu dilengkapi Surat Perintah Tugas. (seperti menerobos lampu merah, melanggar rambu-rambu, tidak menggunakan helm, ...dll).

b) Penindakan di tempat / Stationer yaitu cara melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor dengan posisi statis/diam, dengan dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas / sudah ada perencanaan terlebih dahulu.

ATURAN HUKUM RAZIA KENDARAAN BERMOTOR.

Pengaturan mengenai pemeriksaan atau yang sering disebut razia kendaraan bermotor di jalan dapat kita temui dalam PP No. 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan(“PP 42/1993”).

Definisi pemeriksaan, menurut Pasal 1 angka 2 PP 42/1993, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap pengemudi dan kendaraan bermotor mengenai pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan serta pemenuhan kelengkapan persyaratan administratif.

Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan WAJIB DILENGKAPI SURAT PERINTAH TUGAS yang dikeluarkan oleh (Pasal 13 PP 42/1993):

a. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas polisi negara Republik Indonesia;

b. Menteri untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa Pegawai Negeri Sipil.

Disebutkan dalam Pasal 14 PP 42/1993 bahwa SURAT PERINTAH TUGAS sebagaimana dimaksud jalan Pasal 13 sekurang-kurangnya memuat:

a. Alasan dan jenis pemeriksaan;
b. Waktu pemeriksaan;
c. Tempat pemeriksaan;
d. Penanggung jawab dalam pemeriksaan;
e. Daftar petugas pemeriksa;
f. Daftar pejabat penyidik yang ditugaskan selama dalam pemeriksaan.

Selain itu, Pasal 15 ayat (1) s/d (3) PP 42/1993 menentukan bahwa pada TEMPAT PEMERIKSAAN WAJIB DILENGKAPI DENGAN TANDA YANG MENUNJUKKAN ADANYA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR. Tanda dimaksud harus ditempatkan pada jarak sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter sebelum tempat pemeriksaan. Untuk pemeriksaan yang dilakukan pada jalur jalan yang memiliki lajur lalu lintas dua arah yang berlawanan dan hanya dibatasi oleh marka jalan, tanda harus diletakkan pada jarak sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter sebelum dan sesudah tempat pemeriksaan.

Khusus untuk pemeriksaan yang dilakukan pada malam hari, selain harus dilengkapi tanda yang menunjukkan adanya pemeriksaan, juga wajib dipasang lampu isyarat bercahaya kuning terang (Pasal 15 ayat [4] PP 42/1993).

Petugas pemeriksanya sendiri pada saat melakukan pemeriksaan wajib menggunakan atribut sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 PP 42/1993 sebagai berikut:

(1) Pemeriksa yang melakukan tugas pemeriksaan wajib menggunakan pakaian seragam, atribut yang jelas, tanda-tanda khusus sebagai petugas pemeriksa, dan perlengkapan pemeriksaan.

(2) Pakaian seragam, atribut, tanda-tanda khusus dan perlengkapan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh:

a. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, bagi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a;

b. Menteri, bagi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b.

Semoga bermanfaat.

Hal-hal tersebut di atas memang harus kita perhatikan dengan saksama, terutama jika ada razia di malam hari yang dimungkinkan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang dan tidak bertanggung jawab yang akan membahayakan diri kita.


Jadi, secara umum pemeriksaan yang dilakukan siang hari dan malam hari memiliki kesamaan, perbedaannya hanya pada malam hari wajib dipasang lampu isyarat bercahaya kuning terang.

Sumber : dari bergai Sumber
Previous Post
Next Post

0 Comments: